Nak, Ini Cerita Tentang Ibumu di Hari Ulang Tahunnya

Seseorang pernah berkata padaku, jika kau bertemu dengan orang asing, ajaklah ia bercakap-cakap, tapi jangan ceritakan segalanya tentangmu. Saat itu aku hanya bisa menimpali, "Tentu saja, Bung."


Dan barangkali ia berpikir aku akan mengajak bicara siapa saja di jalanan yang tak kukenal. Tapi, bodo amat. Atau bisa jadi ia tidak berpikir demikian dan itu hanya dalam pikiranku saja, entahlah. 


Tapi, hiruk pikuk jalanan memang tidak pernah bisa kita mengerti. Terkadang kita bertemu dengan seseorang yang kita kenal. Ia mulai menyapa, menanyakan kabar dan berbicara apa saja. Dan jika kau dikenal sebagai orang yang ramah dan sukar menolak ajakan kolega untuk sekadar bercakap-cakap, kurasa kau akan menikmatinya. Apalagi jika yang mengajak bicara merupakan pribadi yang sangat lucu dan membuatmu kerap tertawa, tentu akan tambah  menyenangkan. 


Sebaliknya, jika orang tersebut kau kenal sekadar lewat, yang mungkin saja kau bertemu dengannya pada sebuah gelaran seni, atau saat mampir tidak sengaja pada temanmu dan temanmu itu mengenalkannya padamu dan kalian akhirnya berkenalan, atau bisa jadi kau mengenalnya lewat sebuah surat yang tiba-tiba masuk ke surel pribadimu, yang datang dari masa yang akan datang. Mungkin surat itu datang pada tahun 35745 M atau lebih, kau tidak tahu dan sebenarnya tidak mau tahu. Tapi, jari-jarimu tanpa sadar mengetikkan sesuatu di layar ponsel pintarmu yang telah terhubung pada surel, 'Maaf suratmu salah dan saya dari tahun 2719' dan selepasnya kau ketawa terbahak-bahak dan merasa bahwa hal itu merupakan hal yang sangat konyol. Dan yang terakhir ini bisa jadi adalah sebuah lelucon yang tidak mungkin terjadi. 


Lalu, segalanya menjadi tampak begitu biasa saja. Memang, terkadang kita tidak butuh orang lain untuk bercakap-cakap. Cukup dengan diri kita saja dan ini perkara biasa saja, seperti kita berbicara pada cermin dan menimpali perkataan kita sendiri. Hal ini bukanlah dianggap gila, karena kita tahu, tidak ada yang pasti di dunia fana ini, termasuk kegilaan sendiri. Toh, kegilaan sendiri adalah penamaan dari para dokter atau ilmuwan yang membedakan mereka dengan kita. Tidak lebih, tidak kurang. Dan sebagai manusia biasa, yang bisa kita lakukan adalah menjadi biasa saja. 


Menjadi biasa saja memang pilihan banyak orang, dan kerap dibilang bahwa itu tidak menarik. Yang lebih buruk lagi, kau akan disamakan dengan orang banyak, yang berjalan dengan mengikuti arus orang-orang dan tidak bisa menjadi diri sendiri. Bagiku, justru kebalikannya. 


Orang yang memilih menjadi biasa saja biasanya merupakan pribadi yang sudah menemukan dirinya sendiri, atau sedang menuju dirinya sendiri, sebagai bagian dari dunia. Sebuah kepercayaan diri yang terus menggema dan membuatnya menjadi dewasa, serta rasional dalam menghadapi persoalan. Menjadi biasa saja adalah tangga menuju kedewasaan.  Dan imajinasi yang ia bangun bukanlah bayangan biasa saja, bukan imajinasi orang umum. Sebab landasan berpikir yang ia pakai adalah penerimaan, dan modal itu ia bisa membangun dunia seperti apa yang ia pikirkan. 


Bukankah adanya pesawat terbang yang kita kenal bermula dari adanya 'pikiran' tentang pesawat terbang? Lalu dari bayangan tersebut, dengan kekuatan penerimaan diri, ia akan mulai mewujudkan apa yang ada dalam pikiran.


Di situlah kekuatan menjadi biasa saja yang kita contoh. Dan banyak dari orang-orang hebat yang terlahir dan menerima bahwa diri dia adalah orang biasa saja, dan dari sana pula ia mulai mengimajikan dunia yang ia inginkan, lalu mulai membangunnya. Itulah yang disebut sebagai mimpi, kekuatan orang-orang biasa seperti kita. 


Terkadang, sebuah percakapan hangat dimulai dari guyon-guyon yang tidak penting, ejekan yang garing atau bahkan keisengan untuk mengecek notifikasi di akun media sosial yang kau punya. Lalu, ketika kau melihat ada seseorang yang menarik perhatianmu, entah karena profesi kalian yang sama atau apalah. Dan seperti biasa, kau berterima kasih padanya dan mulai berkenalan dengannya, kau tidak menyadari bahwa percakapan tersebut telah menjadi percakapan yang begitu menarik, percakapan yang hangat.


Dan dari sana kau mulai berkenalan dengan seseorang asli Jakarta, sebuah kota yang menyenangkan dan katanya kota seribu keruwetan dan kenangan. Untuk kalimat terakhir barusan, aku tidak bisa komentar apa-apa. Padahal, di kota ini pula, kau lebih banyak menghabiskan hidupmu dibandingkan kota asalmu maupun tempat leluhurmu. 

Lalu selepas guyon tidak penting, percakapan yang absurd dan tebak-tebakan asal-asalan pula, hari ini ia ulang tahun. Ia kini 


telah jadi bagian dari dirimu yang terdalam. Apa yang harus kau lakukan? 

Ya, yang bisa kulakukan hanyalah berkata; Selamat Ulang Tahun, Kamu. Katamu, tahun depan kita tidak lagi bersama. Apa maksudmu? Tanyaku. Kita akan bertiga, bersama anak kita. 


Bersama kamu, Nak. 




Komentar

Postingan Populer